Korelasi Bulan dan Surah Haji

0 komentar

Kamis, 08 November 2012



Bukan merupakan suatu kebetulan jika surah Al-Hajj di dalam Alqur'an memiliki kaitan erat dengan ibadah haji.

Kendati perintah ibadah haji terdapat di dalam surah Al-Baqarah: 196, namun surah Al-Hajj secara keseluruhan membicarakan mengenai masalah tauhid dan ancaman bagi mereka yang menyembah selain Allah SWT yang merupakan titik inti pelaksanaan seluruh ibadah haji.

Permulaan surat Al-Hajj diawali dengan pembicaraan mengenai hari kiamat, riuh-rendah suasana hari kebangkitan di alam kubur dan semua manusia menuju pada satu tempat yang sama dengan pakaian sama di bawah terik matahari yang menyengat.

Suasana tersebut tidak jauh berbeda dengan suasana di Arafah, lalu berangkat menuju Mina dengan menginap di Muzdalifah. Suasana hari kebangkitan serupa dengan suasana bermalam di Muzdalifah yang bangun dari tidur setelah wukuf arafah dalam suasana lelah, sesak, dan berdebu.

Kemudian datang ayat-ayat yang membicarakan mengenai masalah perjuangan (jihad) setelah ritual haji, sebab pada dasarnya pelaksanaan ibadah haji merupakan pelatihan kegiatan jihad dengan tipe kegiatan yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, kelelahan dan kecapaian, konsistensi pada waktu dan penegakan syiar yang diperintahkan Allah SWT.

Selanjutnya surah Al-Hajj membericarakan mengenai penyembahan kepada Allah SWT dengan landasan sifat ihlas sebab semua manusia di dalam ibadah haji hanya menyembah kepada Tuhan yang Esa. Bahkan semua makhluk yang ada di langit dan bumi, tidak terkecuali pepohonan, bintang, bulan, matahari dan hewan melata kesemuanya menyembah dan bertasbih kepada Allah SWT.

Satu-satunya surah yang di dalamnya terdapat dua (2) sujud tilawah ini seakan merupakan isyarat ilahi tersambungnya sujud sebagai lambang ibadah secara keseluruhan dengan ibadah sempurna (jihad) dan paripurna (haji).

Pantaslah saat Sayyidah Aisyah RA bertanya kepada Rasulullah SAW: "Kami memandang bahwa jihad merupakan perbuatan yang utama. Apakah kami harus berjihad?" Rasulullah SAW menjawab: "Tidak! Akan tetapi jihad yang paling utama adalah haji mabrur." (HR. Bukhari).

Haji dengan demikian merupakan jihad yang dimulai dengan niat suci semata-mata karena Allah SWT sebab mereka memenuhi panggilan sebagai tamu Allah di rumah-Nya yang diberkahi. Talbiyah merupakan ungkapan pemenuhan panggilan ketuhanan dan komitmen pada Tuhan yang satu.
Thawaf merupakan konsistensi dalam lingkaran ketuhanan. Sai merupakan perjuangan yang dilandasi dengan kesucian dan sikap tegar. Dan Tahalul merupakan konsistensi pada pilihan terbaik di antara yang dihalalkan Allah SWT.

Jika substansi tersebut mewarnai ritual haji, maka tidak ayal lagi pernyataan Hasan al-Bashri mengenai haji mabrur dengan ciri khas "makin zuhud dalam urusan dunia dan pengharapan yang makin besar dalam urusan akhirat" akan teraktualisasikan pada diri para hujjaj pasca pelaksanaan ibadah haji. Hal tersebut karena orientasi keduniaan adalah tauhid, semua karena Allah dan untuk Allah SWT.

Berdasarkan pandangan substansialis ini pula, ibadah haji bukan hanya konferensi internasional secara fisik, namun lebih dari itu merupakan konperensi internasional jutaan hati/jiwa yang hidup dan hidupnya hati/ jiwa.

Artinya, para hujjaj adalah pribadi-pribadi yang jiwanya senantiasa terpanggil secara otomatis oleh seruan dan perintah Allah SWT, sebagaimana digambarkan di dalam firman Allah SWT: "Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila Dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." (QS. Al-Anfal: 24).

Betapa indah pelaksanaan rukun Islam yang paripurna ini karena mengantarkan pelakunya mengalami kehidupan jiwa dan jiwa yang hidup sehingga sampai kepada tujuan hidup yang sesungguhnya, Allah SWT. Wallahu a'lam.


Inilah Keistimewaan Azan

0 komentar


Di antara ajaran Islam adalah azan. Belum lama seorang komposer dan pianis top asal Turki terpaksa dibawa ke meja hijau disebabkan perbuatannya menghina Islam dengan cara mengirim gurauan azan di sebuah jejaring sosial.

Musisi yang sering tampil dalam acara “New York Philharmonic” dan “Berlin Symphony Orchestra” terancam hukuman penjara 18 tahun karena telah melecehkan nilai-nilai keagamaan.

Setiap agama tentu memiliki cara-cara tertentu dalam mengumpulkan manusia untuk melaksanakan suatu ibadah, seperti alat lonceng yang berlaku bagi umat Nasrani, terompet bagi umat Yahudi, api bagi Majusi, dan azan bagi umat Islam. Bentuk maklumat beribadah ini sepatutnya dihargai dan dihormati.

Azan merupakan panggilan yang disyariatkan sebagai penanda masuknya waktu shalat fardhu bagi umat Islam. Berkaitan dengan pentingnya azan ini, Nabi SAW menjelaskan beberapa keutamaannya, khususnya bagi orang-orang yang mengumandangkan azan (muazin atau bilal).

Pertama, memperoleh kemuliaan spesial pada hari kiamat. “Sesungguhnya para muazin itu adalah orang yang paling 'panjang lehernya' pada hari kiamat.” (HR Muslim, Ahmad, dan Ibnu Majah).

Menurut ulama, maksud 'panjang leher' ini adalah orang yang paling banyak pahalanya, paling banyak mengharapkan ampunan dari Allah, paling bagus balasan amal perbuatannya, dan orang yang paling dekat dengan Allah.

Kedua, mendapatkan ampunan, sebagai saksi dan pahala yang berlipat ganda. “Orang yang azan akan diampuni kesalahannya oleh Allah sepanjang suaranya. Dan, akan menjadi saksi baginya segala apa yang ada di bumi, baik yang kering ataupun yang basah. Sedangkan, orang yang menjadi saksi shalat akan dicatat baginya pahala dua puluh lima shalat dan akan diampuni darinya dosa-dosa antara keduanya.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i).

Ketiga, memperoleh jaminan surga. Abu Hurairah berkata, “Suatu ketika, kami sedang berada bersama Rasul SAW, lalu kami melihat Bilal mengumandangkan azan. Setelah selesai, Rasulullah kemudian bersabda, “Barang siapa mengatakan seperti ini dengan penuh keyakinan, maka dia dijamin masuk surga.” (HR Nasa’i).

“Barang siapa yang azan selama 12 tahun, maka wajib baginya mendapatkan surga. Setiap azan yang dilakukannya setiap hari akan mendapatkan 60 kebaikan. Dan dengan iqamahnya, ia dicatat mendapatkan 30 kebaikan.” (HR Ibnu Majah).

Demikianlah di antara keistimewaan azan. Seandainya manusia mengetahui rahasia keistimewaan azan, niscaya tak ada penghinaan dan pelecehan. Sebaliknya, mereka akan berlomba-lomba untuk mengumandangkannya.

“Sekiranya orang-orang mengetahui akan rahasia keutamaan azan dan rahasia shaf pertama, niscaya mereka akan berebutan meraihnya meski dengan cara mengundi. Dan seandainya mereka mengetahui rahasia keutamaan yang ada pada waktu panasnya saat Zhuhur, niscaya mereka akan berebut mengerjakan shalat pada saat itu. Dan seandainya mereka mengetahui rahasia keutamaan yang ada pada waktu Isya dan Subuh, niscaya mereka akan mendatanginya untuk melakukan shalat keduanya walaupun harus dengan cara merangkak.” (HR Muslim). Wallahu a'lam.

Keutamaan Makkah dan Madinah

0 komentar


Makkah dengan Masjid Al-Haram dan Madinah dengan Masjid Nabawi merupakan dua wilayah yang memiliki keutamaan tertinggi di banding tempat mana pun di dunia.

Hal itu karena Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian melakukan bepergian kecuali ke tiga masjid; Masjid Al-Haram, Masjidku ini, dan Masjid Al-Aqsha." (HR. Bukhari-Muslim).

Namun keutamaan dua kota tersebut tidak semata-mata karena sabda Rasulullah SAW, melainkan karena di kedua wilayah tersebut terdapat "tanah haram" dengan status wilayah aman dan diharamkan peperangan di dalamnya.

Keharaman Makkah ditegaskan oleh Nabi Ibrahin AS dan keharaman Madinah ditegaskan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana sabdanya, "Sungguh Ibrahim telah mengharamkan Makkah, dan aku mengharamkan Madinah, di antara tepinya, janganlah ditebang kayu berdurinya dan diburu binatang buruannya." (HR. Muslim).

Keutamaan Makkah juga terletak pada  keutamaan Masjid Al-Haram khususnya tidak terputusnya manusia yang melakukan thawaf di sekitar Ka'bah hingga hari kiamat dan thawafnya jutaan malaikat di Bait Al-Makmur, tepat di atas Ka'bah. (QS. At-Thur: 1-4). Sedangkan keutamaan Madinah terletak pada keutamaan Masjid Nabawi khususnya kemuliaan Raudhah yang menjadi taman-taman surga.

Keutamaan Makkah dan Madinah terletak pula pada bebasnya kedua wilayah tersebut dari pengaruh Dajjal, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Tidaklah setiap negeri melainkan Dajjal akan menginjakkan kakinya di sana kecuali Makkah dan Madinah." (QS. Bukhari-Muslim).

Lebih jauh lagi, keutamaan Makkah dan Madinah juga terletak pada banyaknya keberkahan yang terdapat di dalamnya. Rasulullah SAW bersabda, "Madinah banyak menyimpan kebaikan dan menghilangkan keburukan sebagaimana api menghilangkan kotoran pada perak." (HR. Muslim).

Bahkan di dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa orang-orang yang menanggung kesusahan di kedua wilayah tersebut atau meninggal di dalamnya akan mendapat jaminan syafaat dari Rasulullah SAW. (HR. Muslim).

Penelitian Yassin al-Syauk tahun 2008 dengan gagasan pemunculan "Jam Makkah" menyebutkan bahwa wilayah Makkah merupakan pusat poros bumi. Oleh karenanya, waktu Makkah merupakan patokan waktu internasional yang tepat secara ilmiah, sehingga gagasan "Jam Makkah" yang arah jarumnya bergerak ke kiri disesuaikan dengan gerakan orang-orang yang melakukan thawaf yang disinyalir sejalan dengan fitrah perputaran gerakan seluruh planet.

Atas dasar berbagai keuatamaan kedua kota tersebut, maka sebagian ahli fikih mensyaratkan ihram dari Miqat setiap kali memasuki Kota Makkah. Tindakan tersebut dilandasi oleh sikap penghormatan dan pemuliaan terhadap Masjid Al-Haram. Tentu sikap tersebut merupakan tindakan mulia pada tempat yang istimewa.

Namun yang perlu dipahami adalah bahwa syarat ihram tersebut tidak bersifat mutlak karena di dalam hadis riwayat Imam Muslim diceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah memasuki Makkah dengan tanpa ihram. Terlebih lagi tidak ada satu hadis pun apalagi ayat Alquran yang mensyaratkan ihram dari miqat, kecuali bagi mereka yag hendak melakukan ibadah haji maupun umrah.

Dengan demikian pandangan mayoritas ulama fikih yang membolehkan masuk Makkah tanpa ihram bagi yang tidak berniat haji maupun umrah merupakan pandangan umum dan diikuti serta memberi kemudahan bagi semua pihak, sebab banyak orang masuk Makkah untuk keperluan berdagang, menyopir, mengantarkan kerabat, bekerja dan lain sebagainya.

Namun mereka yang masuk Makkah dengan ihram dari miqat berarti memuliakan posisi Masjid Al-Haram dan tentunya berhak mendapat pahala yang besar dari Allah SWT. Wallahu a'lam.

Antara Surga dan Neraka

0 komentar

Diriwayatkan dari Abu Ayyash al-Qathan, dia mengatakan, ada seorang raja yang hartanya melimpah ruah.

Dia hanya mempunyai seorang putri yang sangat dicintai dan disayanginya. Sang raja sangat memanjakan putri kesayangannya itu dengan aneka rupa harta. Dan yang demikian berlangsung sekian lama.

Sementara di samping raja itu ada seorang ahli ibadah. Dan ketika suatu malam dia membaca Alquran, suaranya meninggi ketika membaca ayat berikut, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS at-Tahrim: 6).

Ketika pelayannya mendengar, dia pun mengingatkan tetangganya itu. “Berhentilah!” Namun, si abid (ahli ibadah) tetap melanjutkan dan malah mengulang-ulang membaca ayat itu. Si pelayan terus mengingatkan agar si abid berhenti membaca ayat itu. Namun, si abid tetap tak berhenti.

Mendengar ayat tersebut, putri raja meletakkan tangannya ke kantong seraya merobek-robek bajunya. Kemudian, para pelayannya datang menemui raja, seraya menceritakan apa yang terjadi.

Raja pun menemui buah hatinya. “Duhai sayang, apa yang terjadi denganmu sejak semalam? Apa yang menyebabkanmu menangis?” ujar sang raja.

Sang putri menjawabnya dengan mengutarakan pertanyaan. “Wallahi (demi Allah), ananda ingin bertanya kepada ayah, 'Apakah Allah punya rumah yang di dalamnya ada api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu?” Sang raja mengiyakannya.

“Lantas apa yang menghalangi ayah untuk menceritakan hal itu padaku? Wallahi, ananda tidak bisa makan dengan enak dan tidak bisa tidur dengan pulas, sampai nanda tahu di mana kediaman saya kelak; di surga atau neraka?”

Pertanyaan yang diajukan cukup menggetarkan jiwa. Ya, ketika seseorang hidup dalam gelimang kemewahan, lebih-lebih di saat materi diagung-agungkan sedemikian rupa sehingga menjadi parameter baik-buruknya seseorang.

Kemudian, muncul kesadaran akan adanya surga dan neraka, maka hal itu menjadi suatu anugerah dan hidayah yang tiada terkira. Karena beragam perilaku menyimpang, antara lain, dipicu lantaran seseorang melupakan surga dan neraka.

Takut terhadap neraka dan merindukan surga adalah bagian iman yang sangat penting dan keyakinan ini pulalah yang mewarnai kehidupan manusia. Di kalangan sahabat, banyak yang rela mengorbankan apa pun, termasuk jiwanya, demi meraih surga. Misalnya, Umair bin Hamam, yang syahid dalam Perang Badar, dan Amru bin Jamuh yang gugur dalam Perang Uhud. Kedua sahabat ini dijanjikan surga oleh Rasulullah SAW yang luasnya seluas langit dan bumi.

Kalau Nabi juga bersabda, “Haji  yang mabrur, tiada balasan baginya kecuali surga,” (HR Bukhari dan Muslim), seyogianya hal itu menginspirasi para haji (hujjaj) untuk terus merindukan surga, sehingga yang tampil darinya adalah sifat-sifat ahli surga.

Setara dengan kerinduan terhadap surga adalah ketakutan terhadap neraka. Banyak sahabat dan shalafush-shalih yang sudah mencontohkannya. Dengan kondisi jiwa seperti inilah, diharapkan bisa mendorong seseorang untuk beramal sebanyak mungkin dan meredam sekecil apa pun dosa.